Pasien lebih suka penggunaan AI sebagai alat bantu dalam diagnosis kanker kulit, bukan sebagai pengganti dokter. Mereka khawatir tentang transparansi, perlindungan data, serta dampak terhadap hubungan dengan penyedia layanan kesehatan. Wanita menunjukkan tingkat skeptisisme lebih tinggi dibandingkan pria. Penelitian ini menunjukkan perlunya perhatian pada perspektif pasien dalam penerapan teknologi AI.
Dengan semakin berkembangnya kecerdasan buatan (AI) dalam dermatologi, penting untuk memahami bagaimana pasien memandang penggunaannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien menyukai AI sebagai alat bantu dalam pemeriksaan kanker kulit, namun mereka khawatir AI dapat menggantikan keterampilan klinisi. Mereka lebih memilih agar AI berfungsi sebagai dukungan, tidak sebagai pengganti dokter spesialis.
Studi yang menganalisis 16 penelitian menunjukkan bahwa meskipun pasien mengakui kemampuan AI dalam menganalisis data dengan cepat dan akurat, mereka cemas terhadap perlindungan data pribadi dan potensi ketergantungan yang berlebihan pada teknologi. Penelitian ini banyak dilakukan di Eropa antara 2012 hingga 2024, menandakan perlunya penelitian lebih lanjut dengan kemajuan terbaru di bidang AI kesehatan.
Transparansi menjadi isu utama dengan lebih dari 9.000 pasien yang disurvei. Wanita menunjukkan resiko dan kekhawatiran lebih besar terhadap penggunaan AI dibandingkan pria, terutama terkait dengan privasi data dan transparansi keputusan klinis. Ada korelasi antara jenis kelamin dan penerimaan penggunaan AI dalam diagnosis kanker kulit, dengan perempuan cenderung lebih skeptis.
Pasien yang memiliki riwayat kanker kulit lebih menerima penggunaan AI dibandingkan dengan mereka yang tidak. Meskipun ada variasi pengaruh usia, pendidikan, dan pemahaman tentang AI terhadap penerimaan, temuan menunjukkan ketidakpastian terkait kepercayaan pada AI.
Banyak pasien khawatir bahwa ketergantungan pada AI dapat memengaruhi hubungan mereka dengan penyedia layanan kesehatan. Sebagian berharap AI dapat mengurangi beban kognitif pada dokter, sedangkan yang lain ragu akan ketepatan diagnosis yang dibuat oleh AI. Sebagian besar lebih percaya dengan keputusan dermatolog dan lebih memilih model kecerdasan yang diperkaya, di mana AI berfungsi mendampingi para dokter.
Para penyedia layanan kesehatan juga berpendapat senada, ingin menggunakan AI sebagai asisten, bukan pengganti. Dokter Douglas Flora meyakini bahwa AI dapat membantu dalam menjaga informasi pasien dan pengambilan keputusan yang lebih baik, namun penting untuk melindungi data pasien dengan hati-hati. “Kami bertanggung jawab untuk tidak membagikan informasi mereka,” tegas Flora.
Penelitian menunjukkan bahwa pasien lebih memilih kecerdasan buatan (AI) sebagai alat bantu dalam pemeriksaan kanker kulit dibandingkan sebagai pengganti dokter. Kekhawatiran utama pasien adalah tentang transparansi dan perlindungan data. Wanita cenderung lebih skeptis terhadap penggunaan AI dibandingkan pria. Penting bagi dokter untuk menjaga data pasien dan mendampingi teknologi AI untuk meningkatkan pengalaman perawatan kesehatan secara keseluruhan.
Sumber Asli: www.ajmc.com